SUMPAH!!! ini bukan foto saya (walau mirip saya ) |
Perempuan di belahan dunia manapun menginginkan mempunyai fisik yang sempurna, kulit halus mulus, rambut tebal mengkilat, gigi putih bersih. Hal yang wajar bukan?, siapa sih yang tidak ingin tampak sempurna?.
Begitu pula saya. Dengan kemampuan saya yang terbatas, saya mencoba semaksimal mungkin merawat tubuh, hingga mendekati seperti yang saya inginkan. Sebisa mungkin saya menghindari matahari siang, menempelkan masker ini dan itu yang dipercaya bisa meningkatakan kelembaban dan kelembutan kulit, luluran, minum jamu dan usaha lainnya.
Saya menganggap manusia wajib menjaga tubuh dan jiwanya sendiri, dan salah satu usaha menjaga raga adalah seperti tersebut diatas.
Namun dalam kenyataan hidup, ada banyak perempuan tak mampu menolak untuk menjadi tidak terawat. Saya melihat bagaimana seorang ibu 1 anak, mungkin usia 23-an tahun, tubuh dan wajahnya hitam legam, kusam. Ibu itu seorang pengumpul sampah plastik, yang setiap hari menyusuri jalanan berdebu dengan membawa karung besar sebagai wadah sampah plastik yang dipungutnya. Ibu tersebut memakai bedak dingin, sehingga wajahnya coreng moreng oleh bedak dingin, mungkin bedak itu luntur disana-sini akibat keringat.
Pemandangan tersebut saya lihat sebagai upaya ibu itu merawat kecantikan ditengah susahnya mencari sesuap nasi.
Sayapun baru-baru ini mengalami hal yang sebetulnya tak saya inginkan, namun saya tak punya pilihan lain yang lebih bagus daripada tetap mengerjakannya.
Sebagai orang yang membuat pola baju dan menggunting kain, mengharuskan saya untuk berdiri lama, karena menggunting kain tak dapat dilakukan sambil duduk, alhasil jika ditotal saya berdiri hampir 7 jam sehari. Tinggi tubuh saya 172 cm dengan berat badan 70 kg, sedangkan ukuran kaki saya 38/39. Ukuran kaki yang kecil untuk orang setinggi saya. Kerena terlalu lama berdiri dan menopang tubuhyang cukup berat, lama-kelamaan tumit kaki pecah-pecah.
Mungkin tumit retak adalah hal biasa bagi orang lain, namun tidak untuk saya. Saya yang harus terus berdiri jika bekerja, merasakan sakit di tumit dan ibu jari kaki, kerena di daerah itulah tubuh kita bertumpu.
Saya yang dahulu sering merasa “Bagaimanaaaaaa gitu” kalau melihat tumit perempuan yang pecah, kini saya mengalaminya sendiri . Namun saya harus berdamai dengan keadaan. Bisa saja saya tidak berdiri, namun saya akan kesulitan mengerjakan pekerjaan. Saya pikir itu bukan pilihan bagus ditengah padatnya pekerjaan yang harus saya selesaikan.
Begitu pula saat saya yang harus naik motor dengan gaya yang menurut saya sangat tidak feminim, yaitu mekangkang , karena saya harus membawa dagangan handicraft pesanan pelanggan di bagian depan motor saya. Saya yang tidak terbiasa, dan tidak suka dengan “gaya” itu, harus memilih untuk bisa naik motor dengan banyak bawaan di depan, diselipkan diantara dua kaki yang terbuka lebar. Satu gaya naik motor yang “Gak banget dwech”. Namun lagi-lagi saya harus berdamai dengan keadaan, karena saya memang belum punya mobil untuk mengangkut dagangan dan saya juga tidak suka naik kendaraan umum.
Saya juga memilih belanja keperluan jahit di siang hari (sekitar pukul 13 atau 14), karena saat itu biasanya pukul segitu toko kain/alat jahit tidak ramai, sehingga saya leluasa untuk memilih dan berbelanja.
Lha kalau perginya saja pas siang bolong, ditambah terik matahari Pekanbaru yang cukup menyengat, maka saya harus terima konsekuensi punggung tangan dan wajah yang menghitam karena terpapar panasnya matahari siang.
Padahal saya wanita berjilbab, yang hanya terlihat tangan dan wajahnya saja. Namun itu pula yang terpapar matahari, sehingga ya tidak heran jika bagian itu malah yang menghitam.
Untuk mengurangi dampak penghitaman tangan dan wajah saya, jangan heran jika melihat saya naik motor, full “pertahanan”. Dari jaket, kacamata hitam, helm tertutup, sarung tangan, kaos kaki, disamping pakaian yang full menutup aurat, plus tas ransel.
Ini saya lakukan demi menjaga tubuh saya. Saya tak ingin usaha saya luluran, maskeran, kemudian tak berbekas hanya karena saya harus mengunakan motor. Toh saya paham, saya belum bisa membeli mobil, jadi pantang mengeluh jika mendapat resiko kulit jadi hitam.
Demi melihat itu semua maka saya mengurungkan diri mengikuti kontes pemilihan Miss Universe *halah, abaikan kalimat tersebut*.
Namun tetap saya syukuri kehidupan saya yang seperti itu, mungkin kali ini episodenya memang masih harus berpanas-panas naik motorkadang sambil mekangkang.
Lebih baik bersusah-susah dahulu, baru berenang-renag ketepian *pribahasa ngawur*
Saya menganggap manusia wajib menjaga tubuh dan jiwanya sendiri, dan salah satu usaha menjaga raga adalah seperti tersebut diatas.
Namun dalam kenyataan hidup, ada banyak perempuan tak mampu menolak untuk menjadi tidak terawat. Saya melihat bagaimana seorang ibu 1 anak, mungkin usia 23-an tahun, tubuh dan wajahnya hitam legam, kusam. Ibu itu seorang pengumpul sampah plastik, yang setiap hari menyusuri jalanan berdebu dengan membawa karung besar sebagai wadah sampah plastik yang dipungutnya. Ibu tersebut memakai bedak dingin, sehingga wajahnya coreng moreng oleh bedak dingin, mungkin bedak itu luntur disana-sini akibat keringat.
Pemandangan tersebut saya lihat sebagai upaya ibu itu merawat kecantikan ditengah susahnya mencari sesuap nasi.
Sayapun baru-baru ini mengalami hal yang sebetulnya tak saya inginkan, namun saya tak punya pilihan lain yang lebih bagus daripada tetap mengerjakannya.
Sebagai orang yang membuat pola baju dan menggunting kain, mengharuskan saya untuk berdiri lama, karena menggunting kain tak dapat dilakukan sambil duduk, alhasil jika ditotal saya berdiri hampir 7 jam sehari. Tinggi tubuh saya 172 cm dengan berat badan 70 kg, sedangkan ukuran kaki saya 38/39. Ukuran kaki yang kecil untuk orang setinggi saya. Kerena terlalu lama berdiri dan menopang tubuh
Mungkin tumit retak adalah hal biasa bagi orang lain, namun tidak untuk saya. Saya yang harus terus berdiri jika bekerja, merasakan sakit di tumit dan ibu jari kaki, kerena di daerah itulah tubuh kita bertumpu.
Saya yang dahulu sering merasa “Bagaimanaaaaaa gitu” kalau melihat tumit perempuan yang pecah, kini saya mengalaminya sendiri . Namun saya harus berdamai dengan keadaan. Bisa saja saya tidak berdiri, namun saya akan kesulitan mengerjakan pekerjaan. Saya pikir itu bukan pilihan bagus ditengah padatnya pekerjaan yang harus saya selesaikan.
Begitu pula saat saya yang harus naik motor dengan gaya yang menurut saya sangat tidak feminim, yaitu mekangkang , karena saya harus membawa dagangan handicraft pesanan pelanggan di bagian depan motor saya. Saya yang tidak terbiasa, dan tidak suka dengan “gaya” itu, harus memilih untuk bisa naik motor dengan banyak bawaan di depan, diselipkan diantara dua kaki yang terbuka lebar. Satu gaya naik motor yang “Gak banget dwech”. Namun lagi-lagi saya harus berdamai dengan keadaan, karena saya memang belum punya mobil untuk mengangkut dagangan dan saya juga tidak suka naik kendaraan umum.
Saya juga memilih belanja keperluan jahit di siang hari (sekitar pukul 13 atau 14), karena saat itu biasanya pukul segitu toko kain/alat jahit tidak ramai, sehingga saya leluasa untuk memilih dan berbelanja.
Lha kalau perginya saja pas siang bolong, ditambah terik matahari Pekanbaru yang cukup menyengat, maka saya harus terima konsekuensi punggung tangan dan wajah yang menghitam karena terpapar panasnya matahari siang.
Padahal saya wanita berjilbab, yang hanya terlihat tangan dan wajahnya saja. Namun itu pula yang terpapar matahari, sehingga ya tidak heran jika bagian itu malah yang menghitam.
Untuk mengurangi dampak penghitaman tangan dan wajah saya, jangan heran jika melihat saya naik motor, full “pertahanan”. Dari jaket, kacamata hitam, helm tertutup, sarung tangan, kaos kaki, disamping pakaian yang full menutup aurat, plus tas ransel.
Ini saya lakukan demi menjaga tubuh saya. Saya tak ingin usaha saya luluran, maskeran, kemudian tak berbekas hanya karena saya harus mengunakan motor. Toh saya paham, saya belum bisa membeli mobil, jadi pantang mengeluh jika mendapat resiko kulit jadi hitam.
Demi melihat itu semua maka saya mengurungkan diri mengikuti kontes pemilihan Miss Universe *halah, abaikan kalimat tersebut*.
Namun tetap saya syukuri kehidupan saya yang seperti itu, mungkin kali ini episodenya memang masih harus berpanas-panas naik motor
Lebih baik bersusah-susah dahulu, baru berenang-renag ketepian *pribahasa ngawur*
Oh ya jika ketemu dengan Miss Universe, tolong sampaikan salam saya ya, semoga saya bisa merawat kecantikan seperti dia
Wallahu a’lam bishshawab
ya ampyiunnn sama ya kita klo naik motor begitu ..
BalasHapusklo dipikir2 kayak kura-kura ninja :D
btw mba gimana bikin blog yg dipisah pisah begini ya.. aku masih belajar. maksudnya di kelompok2an gtu