Dosa Sosial

Tas yang kubawa sehari-hari (gak pake mahal)

Kalimat “dosa sosial” saya dapatkan dari sebuah tayangan talk show di televisi.
Saya tergelitik dengan kalimat ini, kemudian saya menerjemahkan dengan versi saya sendiri tentang makna dosa sosial. Dosa sosial adalah perilaku yang menafikan atau menghilangkan rasa down to earth , rasa empati dengan masalah sosial yang sedang terjadi di sekitar kita.

Ini adalah salah satu contoh dosa sosial :
Bulan lalu , tanpa sengaja saya melihat sebuah tayangan di televisi yang menampilkan artis tidak terkenal, yang dengan bangga mengatakan bahwa tasnya berharga 150 juta (itu harga tas sebiji!!), dan yang paling mahal berharga 800 juta. Demi mendengar pernyataan itu saya terkejut, bukan terkejut tentang harganya, tapi terkejut dengan ekspresi artis itu, bangga gitu kelihatannya.
Lalu tas seperti apa yang seharga rumah itu?, ternyata tas biasa, bukan tas yang mirip kantong ajaib Dora Emon, atau tas yang jika kita miliki maka kita akan dijamin bahagia dunia akhirat.
Saya sama sekali tidak kagum dengan pernyataan artis tidak terkenal itu. Saya membayangkan, apa yang akan dia rasakan saat menyandang tas tersebut, lalu didepannya melintas orang-orang gerobak (orang yang tidak punya rumah, lalu menjadikan gerobak sebagai rumahnya, yang bisa dibawa kesana kemari bagai siput membawa cangkangnya), merasa bersalahkah dia?

Bukankah sebuah tas fungsinya sebagai tempat penyimpanan? Jika ingin ditambah fungsinya, paling hanya sebatas asesoris penyelaras penampilan. Tas atau benda lainnya bukan tempat menitipkan jati diri dan harga diri kita bukan?. Eh tapi kata artis tidak terkenal itu dia beli tas untuk investasi, mungkin dia pikir tas itu akan menjadi mahal jika sudah dia pake *keleeeeeeeee*
Seorang teman pernah berkomentar tentang hal ini, “Jangan-jangan harga benda yang melekat lebih mahal dari harga orangnya”. Jangan berpikir yang “bukan-bukan” atas komentar teman saya tadi ya, maksud dia dengan harga orangnya adalah harga orang tersebut di masyarakat  (dan tentu saja di hadapan Tuhan).

Karena segalanya berasal dari hati, yang kemudian menjelma menjadi pemikiran dan tubuh menggerakkan untuk berbuat, maka alangkah cerdasnya kita jika hati terus dijaga, diupayakan terus terasah kemampuan empatinya (eh ini juga menasehati penulisnya sendiri *nunjuk hidung sendiri*).
Jika masih bisa berbangga menenteng tas seharga 4 buah rumah, sementara ada banyak orang yang kesulitan hari ini makan apa, karena memang tidak ada yang bisa layak dimakan.
Masihkah bisa berbangga mengendarai mobil mewah seharga 9M (seperti yang dihadiahkan seorang pengacara kepada putrinya yang berulang tahun ke 17), kemudian mobil itu melewati jembatan layang yang di bawahnya berjubel manusia-manusia yang tak tahu kapan mereka akan mempunyai tempat berteduh yang layak atau sekedar tak khawatir besok makan apa, maka saya menganggap hatinya telah mengeras, keras terhadap fakta di depan mata.

Wajar jika orang suka dengan yang bagus, tapi menjadi tidak wajar jika telah ditunggangi niat untuk pamer. Menurut saya “menitipkan” kebanggaan kita pada benda itu adalah investasi yang labil, investasi yang sangat mudah untuk runtuh. Lebih baik berinvestasi kebanggaan pada apa yang Tuhan akan bangga jika kita kerjakan.

Pantaslah jika saya tak tahu tentang tas yang selangit itu, wong tas saya harganya kisaran 50-100rb. Tas termahal saya berharga 400 ribu dengan merk sebuah MLM, yang saya cicil selama 10 bulan dan saya menyesal telah membelinya. Karena merasa tas itu mahal, maka saya eman-eman, dipakai hanya beberapa kali (agar tidak cepat rusak). Saat akan memakai yang ke 4 kalinya kulit tas tersebut telah retak, dan bertambah parah saat saya bawa ke pesawat, retaknya semakin merajalela, akhirnya dengan geram saya buang tas termahal yang pernah saya miliki itu.
Bandingkan dengan tas mendong bikinan jogja yang saya pakai kini, tas ini diberi oleh sahabat saya, dan tas ini ternyata awet, perawatannya tak rumit dan sangat sulit dipotong oleh silet (soalnya para pencopet kan kerap menyilet tas untuk mendapatkan isi tas), atau tas kanvas saya yang bisa dipakai bolak balik (sisi luar dan sisi dalam), sisi dalam berwarna pink dan sisi luar berwarna blue black. Kini saya sedang senang-senangnya memakai ransel. Ransel gratis, pembagian saat ada kumpul Blogger Nusantara di Sidoarjo.

Saat hal ini saya bicarakan pada seorang teman, dia berkomentar begini
“Kamu bisa ngomong gini karena kamu belum mampu membelinya, belum tentu kamu masih ngomong begini jika kamu mampu membeli tas seharga 4 rumah itu”
Naudzubillah min dzalik, semoga saya dan kita semua terhindar dari perilaku seperti itu.
Saya sempat terdiam demi mendengar komentar teman saya itu, bisa jadi itu benar, saat itu juga saya azamkan pada diri saya untuk tidak berlaku demikian, walaupun ada rasa khawatir, jangan-jangan saya “terpeleset” melakukan dosa sosial jika sudah kaya nanti.
Namun kemudian bersyukur saat menyadari bahwa dulu saya ingin sekali membeli tas rajut yang harganya 1,5 juta. Saat itu saya tidak mampu membeli tas seharga jutaan. Kini saat saya telah merasa mampu membelinya, malah tidak jadi membeli, alasannya berubah, bukan karena tidak punya uang, tapi karena tas itu kemahalan buat saya dan tas saya sekarang ini sudah cukup. *Tapi kalau tas itu didiskon hingga 100 ribu rupiah, mungkin aku akan membelinya*
Semoga Allah memudahkan kita untuk tetap menjaga hati dari rasa pamer dan mubadzir ya pembaca. Amin

Kembali pada topik bahasan kita, tentang dosa sosial. Tidak ada cara lain untuk menghambat terjadinya dosa sosial, selain mengikis rasa pamer dengan menanamkan pada dirinya, bahwa harga dirinya lebih mahal dari benda/jabatan apapun yang melekat padanya.
Maka kemudian, lagi-lagi, kita akan kembali pada apa yang dinamakan NIAT.
Membeli sebuah  tas seharga 4 rumah sederhana itu niatnya apa ya????
(eh tapi gak pakai buruk sangka ya :D )

Wallahu a’lam bishshawab

3 komentar:

  1. Untung dia artis tidak terkenal mbak, udah mahal tasnya gak kelihatan bagus.

    BalasHapus
  2. wadohhhhh puwanjiyanngggg ini berita lama ya mbaknya...
    namanya juga mantan istri raja endang endut

    BalasHapus
  3. @bang Anton wijaya > hehehe..lucu pas dengar alasannya beli tas itu, untuk investasi, dia pikir dia marilyn monroe #ups
    @Slamsr > gak juga, ada lagi tayangan setelah mantan istri ini, yaitu si mantan istri sultan (yang konon tubuhnya disilet-silet) juga bangga punya tas seharga hampir 1 M

    BalasHapus

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa