Hubungan Jarum Pentul dan Kendaraan Umum

Aku sudah akrab dengan jarum pentul sejak SMP, karena aku memilih tata busana sebagai kegiatan ekstra kurikuler di sekolah.
Jarum dengan salah satu ujungnya terdapat bulatan kecil sebagai penahan agar jarum tak tembus seluruhnya pada kain ini ternyata juga berfungsi sebagai senjata saat aku di kendaraan umum.

10 tahun yang lalu aku adalah pengguna kendaraan umum.
Dan sungguh aku sangat tidak nyaman menggunakan kendaraan umum (khususnya kendaraan umum di daerahku).
Entah sudah berapa puluh kali aku mengalami hal hal yang menyebalkan dan menjijikkan.
Dari dituduh belum bayar oleh kernetnya yang lupa kalo aku dah bayar, kendaraan dipenuhi asap rokok, lama ngetem, musik yang berdentum memekakan telinga, duduk yg empet-empetan (berdesakan), copet dan beribu ketidaknyamanan lainnya.

Ketidaknyamanan yang paling sering kualami adalah "pelecehan seksual" (padahal penampilanku tak "mengundang", aku mengenakan gamis lebar, jilbab dan tanpa make up wajah).
Pertama kali aku mengalami kekurangajaran ini adalah saat aku pergi kursus akuntansi. Saat di oplet (sebutan untuk angkot di Pekanbaru) aku merasakan ada tangan menyentuh pinggangku, kupikir orang yg berniat mencopet, lalu aku bergeser, eh laki laki yang memegang pinggangku ikutan geser, dan bodohnya aku diam saja, karena aku takut (padahal aku kan korban, kenapa harus takut?).
Sejak itu aku bertekad untuk lebih berani demi harga diri dan demi memberi pelajaran pada yang kurang ajar padaku.

Kejadian kedua adalah saat di bis kota. Seorang laki laki setengah baya yang berdiri disampingku (aku duduk) menempelkan (maaf) alat kelaminnya ke lenganku, kukira karena bis penuh penumpang dan berdesakan, aku baru sadar ada yang janggal dengan posisi bapak itu setelah bis berkurang penumpangnya, lha kok bapak itu masih aja nempel di lenganku, kan bisa geser tho pak! . Whewh! langsung aja aku protes ke muka bapak itu. Ikh sebelnya dia cuma senyam senyum mesum *mentolo tak kepruki* lalu melenggang turun bis. Haydegh!

Nah setelah itu aku mengalami beberapa pelecehan lagi, tapi tetap aja gak ngaruh kalo aku protes, marah, bahkan pernah kupukul pake payung yg selalu kubawa (payung lipat). Semuanya menampakkan ekspresi tidak bersalah plus senyum (yang lebih mirip menyeringai) mesum. *menjijikkan sekali*

Trus saat aku naik oplet, kejadian ini berulang lagi, laki laki yang duduk disebelahku tiba-tiba meletakkan tangannya di pahaku, serta merta aku menepis tangannya dan berkata dengan keras (dg gaya bahasa Pekanbaru)
"Kurang ajar kali kau, megang-megang anak orang! Kau kira aku binimu?!! Pikiran kau tuh dah busuk!"...eh tanpa rasa dosa dia njawab gini
"Ngapa pulak aku megang-megang kau, kau tu yang ingin kupegang", lalu para temannya tertawa *ikh najong tralala dwech!*

Kupikir tidak efektif meredakan orang orang seperti itu dengan protes, marah dan menatapnya dengan tatapan tak suka.
Aku harus mencari cara lain untuk "menyadarkan" sekaligus memberi pelajaran pada orang tidak beradab seperti itu.
Terpikir olehku membawa jarum pentul sebagai "senjata". Jarum pentul selain mudah dibawa, juga mempunyai efek mengagetkan jika tertusuk dan tidak meninggalkan luka serius.

Jarum pentul kusematkan di tas, nah saat ada cowok yang tangannya tiba-tiba dipinggangku, tanpa bicara aku menusukkan jarum pentul itu ke tangannya (dengan tanpa ekspresi dan tidak banyak gerak), tanpa kuduga cowok itu terkaget seperti kesetrum dan melepaskan tangannya dari pinggangku, lalu cowok itu berkata "Kak! baek-baeklah! jangan nusuk", dan dengan kalemnya aku bilang gini
"Kalo tangan kau tak ke badan aku, tak mungkin kau tertusuk, kau tengok aku mencucuk-cucukkan jarum ke mana-mana? (sambil memperagakan menusukkan jarum pentul ke suatu objek), makanya jaga tangan kau tu". Cowok itu diam aja.
Wehehe,...berhasil! berhasil!.
Aku terus mempraktekkan hal ini hingga Alhamdulillah aku mampu membeli kendaraan sendiri sebagai alat transportasi, namun sebatang jarum pentul masih juga tersemat di tasku *buat jaga-jaga kalau naik kendaraan umum*

HIDUP JARUM PENTUL!! 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa