Belajar dari Kuku yang Njengat


Maafkan saya duhai pembaca, jika ada dari pembaca yang tidak paham arti kata “Njengat”.
Njengat adalah bahasa Jawa yang menggambarkan keadaan tidak rata karena tidak tertutup sempurna atau terkelupas.
Begitu pula nasib kuku jempol tangan kanan saya yang njengat.
Hal ini terjadi saat saya sedang menyikat lantai ruang tempat cuci, nah kuku jempol saya secara tidak sengaja  terselip diantara celah sambungan ubin (yang mulai retak karena terkena obat peluruh lumut) dan saya yang tidak sadar bahwa kuku saya terselip di ubin, dengan semangat 45 mengerakkan sikat ke depan. Dapat dibayangkan betapa kaget dan sakitnya. Kuku yang masih manis menempel di daging, serasa dipaksa lepas.
Sakitnya bukan hanya di jempol saja, namun menjalar keseluruh tangan kanan hingga ke bahu.

Keadan seperti itu tentu mempengaruhi kecepatan kerja saya. Walaupun terasa sakit namun saya paksakan juga untuk bekerja.
Entah karena kuku yang njengat atau karena kondisi tubuh saya yang tidak fit, maka sekawanan penyakit nggreges (panas dingin), pilek dan panas dalam singgah ke tubuh.  Lengkaplah sudah syarat untuk memaksa saya istirahat, yang berarti tiduran seharian.
Whuaaaaaaaaaaa…… walaupun tidur adalah hobi saya, namun menjadi siksaan saat pekerjaan belum selesai. Bertumpuk kain yang harus saya bikin pola bajunya belum tersentuh, tugas mengajar juga terganggu, tugas domestik rumah tangga juga tak dapat saya lakukan dengan baik. Bahkan untuk membalas SMS pun kesulitan (karena saya hanya mengandalkan jempol tangan kanan utk memencet keypad).
Sakit di ibu jari ini ternyata berdampak pada mbak-mbak yang membantu saya menjahit. Mereka baru bisa menjahit jika saya sudah siap menggunting kain. Ada 4 penjahit yang penghasilannya tergantung pada guntingan kain. Karena di studio jahit itu hanya saya yang bertugas membuat pola & menggunting, maka semakin merasa bersalahlah diri ini.

Segala sesuatu yang terjadi di bumi dan kehidupan kita bukanlah tanpa maksud. Saya yakin  Allah sedang memberi saya satu pelajaran lagi untuk lebih baik dengan mendatangkan sakit di saat sibuk.
Bisa jadi rasa bersalah saya lebih dikarenakan saya egois, saya lebih memilih melakukan hal-hal yang menyenangkan saya pribadi daripada bersiap untuk hal-hal yang tidak menyenangkan, yang mungkin saja bisa terjadi di kemudian hari.
Sebenarnya saya bisa “menabung” guntingan, jika saya mau menyisihkan sedikit waktu bersenang-senang.
Hampir tiap hari saya hang out bersama teman sepulang menggajar pukul 21.00. Pulang ke rumah kira-kira pukul 23.00. Padahal jika saja saya bisa mengerem keinginan saya untuk setiap hari hang out, ya mungkin cukuplah seminggu 2x saja ngobrol-ngobrolnya, waktu selebihnya bisa saya gunakan untuk menggunting kain, sehingga jika saya sakit dan tak bisa menggunting kain, mbak-mbak itu masih bisa bekerja.

Ya, konsep ini mirip konsep menabung uang. Menahan diri dari kesenangan membelanjakan uang (padahal saat itu kita mampu belanja apa yang kita inginkan), lalu menyimpannya untuk digunakan saat ada peristiwa tak terduga.
Begitu pula dengan menabung amal ibadah. Seharusnya saya bisa menggunakan waktu yang sedikit untuk memperbanyak tabungan amal yang akan saya tukarkan dengan harga Surga.
Namun setan laknatuLlah tak akan tinggal diam mengetahui manusiayang sedang berusaha untuk lebih baik. Saat saya mulai menyadari bahwa saya harus merubah pola kegiatan saya agar tak banyak yang sengsara karena saya, maka serta merta di pikiran muncul pernyataan membuat alibi.
Tiba-tiba saja saya merasa tak perlu merasa bersalah, wong saya selama ini sudah bekerja keras, setiap hari bangun pukul 2 dini hari, lalu bekerja hingga pukul 21 malam. Wajar jika saya dapat hadiah nongkrong bersama teman-teman selama 1 sampai 2 jam/hari. Toh teman-teman saya bukanlah teman-teman yang menyesatkan, apalagi tiap hari selalu berjumpa dengan teman yang berbeda.
Tapi ya itulah saya, masih labil, kadang ingat, namun banyak lupanya. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang baru sadar jika dalam kesulitan. Jadi teringat nasehat teman saya,
“Jika kamu ingat Allah hanya saat kamu sedih, maka tak heran Allah akan memberimu kesedihan, karena DIA ingin kamu selalu mengingatNYA”, NaudzubiLlah.

Jika boleh di gambarkan seperti film kartun,  saat itu di samping kanan kepala saya ada mahluk berjubah putih dengan lingkaran diatasnya kepalanya , dan disamping kiri ada mahluk hitam berwajah merah, kepalanya bertanduk, tangannya membawa trisula  << *efek sering nonton film kartun*
Setan telah mengaduk-aduk pikiran saya, membubuhinya dengan kesombongan (tuh ngerasa hebat, bisa kerja dari pukul 2 dini hari sampai pukul 21), berlindung pada kalimat “Akh kan saya sakit, ini kan kejadian yang di luar dugaan”.

Untunglah mahluk berjubah putih dengan lingkaran diatas kepalanya memenangkan pertarungan *halah*
Ya, setidaknya saya dapat mengambil hikmah atas njengatnya kuku jempol.
Namun ini belum dapat saya realisasikan, karena sampai saat tulisan ini saya buat, saya masih dalam keadaan sakit, kuku saya masih njengat dan sakit.
Para pembaca adalah saksi perubahan saya ya, jika saya tidak melaksanakan niat baik ini, bolehlah ditegur atau diingatkan kembali.


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa