Nah sekarang, setelah sekitar 20 tahun lebih dari buku itu diterbitkan, saya merasakan apa yang diramalkan Naisbitt terjadi.
Oh ya, Naisbitt memang meramalkan keadaan dunia di masa datang, namun dia buka seperti peramal yang sering kita sebut dukun. Naisbitt meramal berdasarkan fakta yang terjadi saat itu dan kecenderungan manusia berlaku, jadi ramalannya bisa diterima akal, sebagaimana seorang ahli cuaca (apa sih namanya?) meramalkan cuaca yang akan terjadi beberapa hari kedepan.
Banyak hal keberlawanan, keanehan yang disebutkan di buku tersebut, namun saya hanya akan menuliskan sesuai kemampuan saya menyerap tulisan tersebut. Maklum saya tidak menguasai semua bidang, seperti halnya saat Naisbitt mengatakan
"Imperatif politik dan ekonomi yang mendasari pecahnya Uni Soviet, Cekoslovakia, dan Yugoslavia, serta dorongan untuk kedaulatan nasional". Walah kalau saya sok menulis seperti itu di postingan saya ini, saya khawatir nanti ditanya dan saya tidak mengetahui jawabnya, karena tidak paham.
Salah satu paradox yang terjadi adalah saat peristiwa 11 September 2001, terjadinya tragedi WTC yang menekan dan menyudutkan umat Islam, namun menurut statistik angka pemeluk Islam di Amerika Serikat dimana tragedi itu terjadi justru melonjak menjadi terbanyak di sepanjang sejarah, sehingga kini Islam adalah agama kedua yang terbanyak dianut di Amerika Serikat.
Gelombang paradox juga melanda negeri ini, tak hanya mengarah pada sebentuk penyimpangan, namun justru penyimpangan itu dianggap sebagai hal yang lumrah.
Coba perhatikan, negeri kita yang jumlah muslimnya paling banyak, yang menjadikan Alquran dan Hadist sebagai peta hidupnya, ternyata justru menjadi lahan subur bagi korupsi, pornografi, narkoba dan teman-temannya.
Amanah rakyat justru dikhianati penguasa, perzinahan dianggap suatu hal yang biasa, justru pelaku poligami mendapat cercaan, dihujat dan dimaki.
Dan yang paling mengherankan saya adalah saat bulan Ramadhan tiba, dimana hanya makan siang saja yang ditiadakan (dan memajukan waktu sarapan) namun nilai belanja dan jumlah makanan semakin meningkat dan cenderung berlebihan.
Paradoks semacam ini kok terlihat sebagai pembangkangan terhadap aturan-aturanNYA ya?
Ketika Allah meminta untuk menegakkan yang maaruf dan mencegah kemungkaran, banyak dari kita yang justru tidak berani bertindak.
Saya sendiri mengalaminya, saat di angkutan umum, dan saya menyatakan keberatan kala ada seorang penumpang merokok, yang terjadi justru saya yang di marahi, dibilang
“Kalau mau bebas rokok, naik taksi aja” atau “Suka-suka saya dong mau merokok atau tidak”.
Jawaban yang sungguh menyakitkan hati dan serasa diajak kelahi, padahal Perda-nya jelas berpihak pada kita (Perda No2/2005 tentang Pengendalian Polusi Udara Perkotaan dan Pergub No 75/2005 *Jakarta)
Satu lagi yang saya cermati, dimana media, khususnya memberikan waktunya untuk menayangkan nasehat-nasehat dari pemuka agama, namun di saat yang sama keyakinan akan kekuatan lain selain Tuhan juga berkembang pesat. Saya tidak paham, apakah ini karena keputusasaan seseorang atau memang hasil dari pemikiran sadarnya?
Dan ada banyak lagi keanehan-keanehan yang saat kita ingin menegakkan kebenaran, patuh pada aturan justru dianggap suatu hal yang menyimpang.
Namun kita yang sudah bosan dengan keadaan seperti ini tak boleh menyerah oleh banyaknya paradox yang terjadi. Yakinkan pada diri bahwa Allah Maha Mengetahui, DIA menjanjikan setiap titik proses menuju kebaikan akan diganjar dengan pahala
Ingatkah pembaca akan sebuah hadist yang menyatakan
“Islam itu hadirnya asing dan kelak di akhir zaman akan kembali dianggap asing”, maka berbahagialah para orang-orang yang dianggap "asing", karena mereka berpegang pada buhul yang kuat dan benar (Alquran & Hadist).
Semoga kita adalah orang-orang yang senantiasa berpegang pada buhul yang kuat.
Wallahu a’lam bishshawab
Oh ya, Naisbitt memang meramalkan keadaan dunia di masa datang, namun dia buka seperti peramal yang sering kita sebut dukun. Naisbitt meramal berdasarkan fakta yang terjadi saat itu dan kecenderungan manusia berlaku, jadi ramalannya bisa diterima akal, sebagaimana seorang ahli cuaca (apa sih namanya?) meramalkan cuaca yang akan terjadi beberapa hari kedepan.
Banyak hal keberlawanan, keanehan yang disebutkan di buku tersebut, namun saya hanya akan menuliskan sesuai kemampuan saya menyerap tulisan tersebut. Maklum saya tidak menguasai semua bidang, seperti halnya saat Naisbitt mengatakan
"Imperatif politik dan ekonomi yang mendasari pecahnya Uni Soviet, Cekoslovakia, dan Yugoslavia, serta dorongan untuk kedaulatan nasional". Walah kalau saya sok menulis seperti itu di postingan saya ini, saya khawatir nanti ditanya dan saya tidak mengetahui jawabnya, karena tidak paham.
Salah satu paradox yang terjadi adalah saat peristiwa 11 September 2001, terjadinya tragedi WTC yang menekan dan menyudutkan umat Islam, namun menurut statistik angka pemeluk Islam di Amerika Serikat dimana tragedi itu terjadi justru melonjak menjadi terbanyak di sepanjang sejarah, sehingga kini Islam adalah agama kedua yang terbanyak dianut di Amerika Serikat.
Gelombang paradox juga melanda negeri ini, tak hanya mengarah pada sebentuk penyimpangan, namun justru penyimpangan itu dianggap sebagai hal yang lumrah.
Coba perhatikan, negeri kita yang jumlah muslimnya paling banyak, yang menjadikan Alquran dan Hadist sebagai peta hidupnya, ternyata justru menjadi lahan subur bagi korupsi, pornografi, narkoba dan teman-temannya.
Amanah rakyat justru dikhianati penguasa, perzinahan dianggap suatu hal yang biasa, justru pelaku poligami mendapat cercaan, dihujat dan dimaki.
Dan yang paling mengherankan saya adalah saat bulan Ramadhan tiba, dimana hanya makan siang saja yang ditiadakan (dan memajukan waktu sarapan) namun nilai belanja dan jumlah makanan semakin meningkat dan cenderung berlebihan.
Paradoks semacam ini kok terlihat sebagai pembangkangan terhadap aturan-aturanNYA ya?
Ketika Allah meminta untuk menegakkan yang maaruf dan mencegah kemungkaran, banyak dari kita yang justru tidak berani bertindak.
Saya sendiri mengalaminya, saat di angkutan umum, dan saya menyatakan keberatan kala ada seorang penumpang merokok, yang terjadi justru saya yang di marahi, dibilang
“Kalau mau bebas rokok, naik taksi aja” atau “Suka-suka saya dong mau merokok atau tidak”.
Jawaban yang sungguh menyakitkan hati dan serasa diajak kelahi, padahal Perda-nya jelas berpihak pada kita (Perda No2/2005 tentang Pengendalian Polusi Udara Perkotaan dan Pergub No 75/2005 *Jakarta)
Satu lagi yang saya cermati, dimana media, khususnya memberikan waktunya untuk menayangkan nasehat-nasehat dari pemuka agama, namun di saat yang sama keyakinan akan kekuatan lain selain Tuhan juga berkembang pesat. Saya tidak paham, apakah ini karena keputusasaan seseorang atau memang hasil dari pemikiran sadarnya?
Dan ada banyak lagi keanehan-keanehan yang saat kita ingin menegakkan kebenaran, patuh pada aturan justru dianggap suatu hal yang menyimpang.
Namun kita yang sudah bosan dengan keadaan seperti ini tak boleh menyerah oleh banyaknya paradox yang terjadi. Yakinkan pada diri bahwa Allah Maha Mengetahui, DIA menjanjikan setiap titik proses menuju kebaikan akan diganjar dengan pahala
Ingatkah pembaca akan sebuah hadist yang menyatakan
“Islam itu hadirnya asing dan kelak di akhir zaman akan kembali dianggap asing”, maka berbahagialah para orang-orang yang dianggap "asing", karena mereka berpegang pada buhul yang kuat dan benar (Alquran & Hadist).
Semoga kita adalah orang-orang yang senantiasa berpegang pada buhul yang kuat.
Wallahu a’lam bishshawab
0 komentar:
Posting Komentar