Antara Filosofi Santan Dan Ke-lebay-an

Kemarin malam aku begitu gamang *jika di twitter ngetweetnya pakai tagar #galau*.
Bagaimana tidak? setelah 2 hari diburu oleh jahitan yang harus kuselesaikan sebelum pergi ke Bali, eh tiba-tiba datanglah sebuah e-mail yang membuat semua rencanaku jadi berubah. Ya sudah, kumaklumi perubahan rencanaku itu. Tak lama kemudian datanglah sebuah pesan, yg kemudian diikuti pesan-pesan berikutnya di facebook yang membuatku ingin mengatakan pada sang pembuat pesan itu bahwa "Kamu diam sajalah". *wow sangar*
Belum selesai masalah pesan di fb, Hp berdering, panggilan dari orang yang saat itu tak ingin diriku ngobrol dengannya. Kuabaikan panggilan itu.
Aku berhenti sejenak, menarik nafas panjang, mengapa sih kok aku begitu galau?
Aku selalu berprinsip susah dan senang itu adalah hasil dari cara pandang kita terhadap sesuatu.
Jika aku galau, maka kupastikan aku sendiri yang mengijinkan diriku untuk dirundung galau.

Satu persatu soal yang kupandang sebagai masalah kucermati.
Pertama menindaklanjuti kiriman e-mail yang memaksaku untuk membuat rencana baru. Kuhubungi satu persatu temanku yang terkait dengan perubahan ini, dan hasilnya justru lebih menguntungkan bagiku, walau aku jadi membatalkan janjiku dengan beberapa orang teman. Namun dengan menjelaskan alasan mengapa aku sampai membatalkan janji, Syukurlah mereka mengerti.

Tibalah saatnya menghadapi sang pengirim pesan yang sudah membuatku uring-uringan. Sebelum marahku meledak dan membuatku tampak konyol, aku mencermati, mengapa dia yang tak mengenalku mengirimkan pesan yang menyiratkan "Hai Novi! kamu mundur saja ya, aku yang lebih layak, lihatlah apa yang dapat kuperbuat!".
Hohoho...maavfbphd (itu kata yg pantas saking minta maafnya) yach..kamu gak bisa "menekan"ku dengan ancaman. Ini masalah menjemput rizki, berbuatlah secara maksimal lalu hasilnya serahkan pada Sang Pemberi Rizki , gak boleh pakai acara ancam mengancam pesaing.
Alih-alih aku marah pada sang pemberi pesan yang tak kukenal itu. Aku malah tersenyum dan berkata pada diriku sendiri "Kamu orang diluar wilayahku, urusanmu bukan urusanku". Selesai

Sambil mengerjakan tugas tulisanku, aku minta ditemani seorang temanku yang selama ini sabar mendengarkan curhatku dan sabar jika kurecoki *terimakasih beb :)*
tapi ternyata beb sudah ngantuk, katanya "kutemani sambil tiduran ya" (itu bahasa halus beb untuk mengatakan, "Aku sudah ngantuk" :D)
Mungkin ngantuk itu menular ya..tak lama kemudian aku juga mengatuk.

Pagi hari aku seusai bangun, sebelum beranjak dari tempat tidur, kurenungi kembali apa yang telah kurasakan tadi malam.
Ternyata semuanya itu sebenarnya bukan masalah, tetapi aku memandangnya dengan kelebayan tingkat dewa. Dan aku sendiri yang menerima imbasnya jadi uring-uringan (malah sempat nangis)
Padahal dahulu aku juga pernah mengalami peristiwa yang kurasa saat itu dahsyat dan berat. Namun tak berapa lama malah bersyukur karena dengan adanya peristiwa tersebut justru aku merasa lebih baik, lebih memahami yang mana seharusnya yang jadi prioritas untuk kita pikirkan dan lakukan.
Aku menyebut semua yang awalnya derita kemudian menjadikan kita lebih baik sebagai filosofi santan. Dari sebuah kelapa dikupas sabutnya dengan kasar, dibelah batok kelapanya yang keras itu, lalu diparut dengan duri-duri besi, kemudian diperas dengan tekanan yang kuat untuk mendapatkan sarinya, santan.
Begitu panjang dan menderitanya kelapa, dan berakhir dengan baik, putih dan harum khas santan.
Aku mengarang tentang filosofi santan ini sebenarnya salah satu caraku mempertahankan diri (ghorizatul baqo'). Pertahanan agar aku tak rapuh, tak jatuh dan tak menjadi orang yang lari dariNYA.
Setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk mempertahankan dirinya dari kegalauan.

Dan aku belajar bahwa berani menerima resiko atas pilihan sadar kita adalah cara ampuh membunuh rasa galau.
Walahu'alam

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa