Atmosfir Lain Di Pasar Tradisional

Dulu aku adalah perempuan yang anti dengan pasar tradisional, karena becek, bau, penataan barang yang asal-asalan dan kadang pembeli berdesakan serta seambrek ketidaknyamanan lainnya.
Saat (Almh) mamaku masih ada dan sehat, beliaulah yang berbelanja ke pasar, aku hanya mengantar jemput beliau saja
Namun saat kondisi mama mulai sakit-sakitan, maka akulah yang mengambil alih tugas berbelanja. Dan pilihan tempat berbelanjaku adalah h*permart (maaf bukan iklan, bukan promosi). Menurutku segala yang kami butuhkan telah tersedia di sana, dari bahan pangan kering hingga sayur dan buah-buahan


Hingga mama meninggal, aku masih enggan berbelanja ke pasar tradisional.
Beberapa hari yang lalu, saat subuh, papa secara mendadak memintaku untuk membuat rendang ayam, duuuhhh...padahal pukul 09 aku harus mengajar, sementara h*permart baru buka pukul 11. Mau gak mau aku harus ke pasar yang jaraknya hanya 2 km dari rumahku. 

Rencananya sih hanya mau beli bahan-bahan untuk rendang ayam aja, gak taunya sesampai di pasar aku melihat cabe,tomat,bawang dll yang masih segar, kutanyakan berapa harganya, eh gak taunya lebih murah dari harga di h*permart. Jadi kubeli deh para gerombolan cabe, tomat dan bawang 

Walau harus berjalan berjingkat dan menutup hidung, namun aku merasakan ada "suasana" lain yang belum pernah kutemui. Aku menjumpai seorang nenek yang duduk ndepipit diantara keranjang sayur milik penjual di belakangnya. Nenek itu hanya menjual beberapa bungkus jamur (entah jamur apa namanya,yang pasti aku belum pernah melihat jenis jamur yang seperti itu). Pemandangan seperti ini seringkali membuat hatiku trenyuh. Seharusnya seusia nenek ini menikmati harinya dengan istirahat dari beratnya beban hidup dan bercengkrama bersama keluarganya.
Begitu pula ketika aku terkejut saat melihat pedagang keong yang biasanya ada di selokan (ternyata bisa dimakan ya?)..membayangkan keong itu tampil di meja makan, hiiiii.....jijayyy 


Sebenarnya pasar tradisional bukanlah pilihan tepat buatku yang tak pandai menawar, sehingga nyaris tidak ada harga yang lebih rendah yang kubayar dari harga penawaran penjual.
Ada beberapa sebab aku enggan menawar, salah satunya adalah, aku tahu mereka hanya mendapatkan keuntungan beberapa ratus rupiah saja per item. (gak tega nawarnya, toh belanjaku juga sedikit).
Aku berpikir kelebihan harga yang kuberikan pada mereka itu tak seberapa jika dibanding
dengan supermarket besar yang memang  bermodal kuat dan bisa menghidupi banyak karyawan, tapi di satu sisi mematikan ekonomi kecil karena kalah bersaing. Maka mengelurakan uang Rp. 1000 atau Rp. 2000 untuk saudara-saudara kita yang berekonomi lemah tak mengapa. (wah ini tak sesuai dengan prinsip ekonomi ya? , dengan modal se minimal mungkin mendapatkan laba semaksimal mungkin :D)

Karena di pasar tradisional (yang tetap becek) aku menemukan "atmosfir" lain dan hal-hal baru, maka kini pasar tradisional adalah pilihanku untuk berbelanja, bukan semata-mata karena harganya lebih murah dan pilihannya beragam, namun juga karena aku bisa berbincang dengan penjualnya, bahkan kadang dengan sesama pembeli, dan hal-hal lain yang menambah khazanah ilmuku.
 

Wallahu'alam

*tulisan ini pernah kuposting di blog http://berbagibersana.blogspot.com/*

3 komentar:

  1. Hoammmm,, betul, betul, betul..
    :) Nice article mbak else

    BalasHapus
  2. pasar tradisional punya kelebihan. di sana kita masih menemukan interaksi antara penjual dan pembeli. hakikat pasar kan tempat bertemunya penjual dan pembeli, betul?
    di sana kita bisa melihat bagaimana uletnya pembeli menawar dan gigihnya si penjual 'mempertahankan' harga. sampai akhirnya mereka bisa sepakat di satu titik harga. ada seni yg tercipta.
    kalau pasar tradisional dikelola dgn baik, pasti mendatangkan pengunjung yg lebih banyak, tanpa perlu melontarkan 'tuduhan': gara2 super market yg itu, pasar ini jadi sepi.

    kalau ga salah, di taiwan malah ada paket wisata, jalan2 ke pasar tradisional. saya bisa membayangkan bagaimana bersih dan nyamannya pasar itu, sehingga bisa menjadi dtw (daerah tujuan wisata).

    di jkt, salah satu pasar tradisional yg dikelola dgn baik, kalo ga salah ada di BSD.

    btw, cabe kriting sekilonya brapa mbak? hehe

    BalasHapus
  3. lawan lawan lawan lawan anti poverty

    BalasHapus

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa