Ini Pilihanku
Saat melihat tayangan suatu acara di televisi internasional, saya "tertarik" (lebih tepatnya "terusik") dengan pilihan kalimat dari seorang homoseksual yang diwawancarai. Dia bilang, “Biarlah orang berkata apa, yang penting kami bahagia, ini hidup kami, hak kami memilih menjalaninya seperti apa, it’s my choice”
Yup, semua setuju bahwa itu hidupnya, itu juga pilihannya, tidak ada yang boleh semena-mena merampas haknya atau memaksakan kemana arah hidupnya.
Tidak saya, tidak juga anda boleh memaksakan kehendak padanya.
Namun benarkah bahwa kita mempunyai hak mutlak atas diri kita?, lalu bebas memilih hidup seperti apa yang akan kita jalani?
Jika jawabnya “Ya”, mengapa kita tidak bebas memilih dari rahim siapa kita terlahir, dengan kulit warna apa kita terlahir, dimana dan kapan kita akan meninggal.
Lalu kita dengan gampangnya menjawab pertanyaan diatas dengan dalih, bahwa hal tersebut diluar kekuasan kita sebagai manusia.
Hohoho, lalu kita membagi dengan seenaknya, dimana kekuasaan manusia dan dimana pula kekuasaan Tuhan.
Parahnya kita memilih ada dalam kuasa manusia dan menafikan kuasa Tuhan untuk hal-hal yang sesuai nafsu kita.
Sehingga peran Tuhan kita batasi hanya dalam proses kelahiran dan kematian saja. Untuk urusan hidup di bumi kita menetapkan itu mutlak hak dan kuasa manusia.
Tak mengapa jika kita bersikukuh memilih jalan sesuai dengan keinginan kita, bersikeras tak mau didikte dengan aturanNYA, tak mengapa…tak mengapa…baiklah.
Sesungguhnya Sang Pencipta juga menyiapkan resiko dari pilihan yang sesuai keinginan hati kita.
Sebenarnya DIA Yang Maha Mengetahui telah membekali kita dengan seperangkat “alarm” dalam kehidupan kita. Alarm ini akan berbunyi jika kita melangkah bukan pada jalanNYA, jika kita peka, maka begitu kita mendengar alarm, dengan segera kita kembali ke jalanNYA.
Namun ada juga yang mengabaikan alarm, sehingga “kabel” alarm tersebut putus karena terus menerus berbunyi tanpa dipedulikan.
Perasaan gundah, gelisah, tak tenang serta dikejar-kejar rasa dosa adalah resiko awal saat kita menjalani pilihan hidup yang bukan merupakan Pilihan Tuhan.
Jangankan untuk memilih hidup tidak sesuai fitrah, saat kita sedang berkelahi dengan teman saja kita sudah merasa tak enak, tidak tenang. Namun seringkali kita berusaha memulihkan rasa tak tenang itu dengan bermacam dalih yang intinya membenarkan diri sendiri. Menuding teman tersebut yang salah, lalu dengan sombongnya kita berkata, aku lebih baik darimu. Kita telah menetapkan kemenangan mutlak atas sebuah pertikaian, dengan mengambil kesimpulan tanpa menghadirkan Tuhan.
Jika kita mengambil kemenangan dengan menghadirkan Tuhan, kita tak perlu menyalahkan orang, kitapun dengan ikhlas menetralisir keadaan, menyapanya terlebih dahulu, mengabaikan prasangka-prasangka buruk atas perilakunya kepada kita.
Mungkin ada yang merasa sukses mengabaikan fitrah, merasa bahagia dengan pilihannya yang bukan PilihanNYA, namun tahukah kita, bahwa diujung jalan kehidupan yang pendek ini ada kehidupan abadi?. Ada kehidupan setelah melewati pintu kematian.
Sebuah kehidupan yang tiketnya adalah tabungan amal sholeh kita selama menjalani kehidupan di bumi. Lalu masihkan kita berbangga dengan pilihan kita yang bukan merupakan pilihanNYA?.
Tulisan ini saya buat bukan karena ingin menggurui, sekedar dokumentasi untuk mengingatkan diri sendiri agar tak memilih pilihan yang bukan PilihanNYA.
Wallahu a’lam bishshawab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
memilih itu hak setiap orang, namun ada konsekuensi di balik pilihan itu...
BalasHapusbenar mas Aprie :)
Hapus