Keburu

-->

Beberapa hari lalu seorang muridku yang duduk di kelas 4 SD bertanya, benarkah jika masuk kamar mandi harus kaki kiri dahulu?.
Kujawab “Ya”.
Lalu dia bertanya lagi, “Mengapa harus kaki kiri dulu miss?”.
Maka kuterangkan tentang konsep Sunnah dalam ajaran agama kami.
Kemudian berlanjutlah pembicaraan kami tentang hal-hal kecil yang bernilai besar, ada banyak pekerjaan kecil dengan hukum sunnah, yang berarti pahala.

Sepulang mengajar, aku kembali memikirkan, apakah aku sudah maksimal meraih pahala sunnah?.
Okh jawabannya sungguh mengecewakan. Jika dihitung memakai prosentase, mungkin aku mengerjakan hal-hal sunnah hanya 10%. Sungguh memprihatinkan.
Kucoba menghitung berapa pahala sunnah (yang kuketahui) yang ada dalam kegiatanku sehari. SubhanaLlah…buanyaaaaaaaaakkkkkk sekali. Dalam Islam, segala pekerjaan yang diniatkan hanya karena Allah lalu didahului doa sebelum mengerjakannya sudah bernilai pahala, belum lagi jika kita mengerjakan adab-adab yang lain, misalnya mendahulukan kaki kiri saat memasuki kamar mandi, mendahulukan kaki kanan saat keluar atau saat memakai sepatu/sandal, duduk saat minum/makan dll.

Iman memang bagai timba dalam sumur, kondisinya naik turun. Jika harus turun, maka sebaiknya membawa perbaikan kala kembali ke atas. Itulah mengapa kuibaratkan seperti timba dalam sumur, ketika timba diturunkan dalam keadaan kosong, kita merasa ringan saja melakukannya, seperti halnya saat kita malas mengerjakan hal-hal yang seharusnya kita kerjakan dan memilih mengerjakan yang mubah daripada mendahulukan yang sunnah, terasa ringan, sesuka hati kita mengerjakannya, namun seharusnya saat kita “sadar”, kembali ke atas, kita membawa ilmu yang mutlak harus diterapkan. Hal ini saya ibaratkan bagai menarik tali timba yang telah sarat air, berat memang, namun kita mendapatkan air yang menyegarkan.
Aku ingin bagai timba itu, saat iman saya turun, maka saya akan kembali ke atas dengan lebih baik, bukankah sebaik-baik umat adalah yang hari ini lebih baik dari kemarin?, jika hari ini sama dengan kemarin maka itu sudah dianggap merugi, apalagi jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin, NaudzubiLlah. Semoga kita semua terhindar dari hal terlaknat seperti itu.

Kembali lagi pada hal-hal sunnah yang mungkin banyak terlewat dalam keseharian kita, yang artinya kita telah menyia-nyiakan hal berharga tak tergenggam di tangan.
Berapa banyak orang yang bangun tidur kemudian melakukan doa bangun tidur, dilanjut membaca dzikir pagi, lalu melangkahkan kaki kiri memasuki kamar mandi, keluar dengan mendahulukan kaki kanan, kemudia berdoa saat melepas/memakai pakaian, lalu berdoa saat bercermin dan seambreg kegiatan yang kita anggap remeh namun sesungguhnya sarat pahala.
Bayangkan pula bagaimana jika kita melewatkan sholat malam, yang bila dikerjakan hanya dalam hitungan beberapa menit, Namun, mengingat janji Allah yang begitu besar pada mereka yang menunaikan sholat malam- diberi ampunan dan dikabulkan segala doanya- maka melewati hari tanpa sholat malam sesungguhnya merupakan sebuah kemubadziran
Akh itu kan hanya Sunnah, tidak wajib, kalau tidak dikerjakan ya gak apa-apa, tidak mengurangi pahala kita dahulu. Hohoho…jika kita berani berkata “Tidak mengurangi pahala kita dahulu”, seharusnya kita juga berani berkata “Apa saya sudah menambah pahala untuk hari ini?”.

Tulisan ini  kubuat bukan untuk menceramahi pembaca yang mungkin telah melakukan kemubadziran penggunaan waktu, namun ini kulakukan ini utamanya untuk diri sendiri, sebagai pengingat diri bahwa aku sering melakukan kemubadziran.
Aku kadang lebih memilih pantengin twitter saat menunggu di bank, daripada membaca satu atau dua halaman Al-Quran, aku telah kehilangan kesempatan mendapatkan 10 hingga 1000 kali lipat kebaikan dari setiap satu huruf Al-Qur’an yang kubaca.
Kini tinggal kita membuat pilihan, menggambil remah-remah waktu kita dan melakukan perbaikan-perbaikan yang dapat kita tukarkan dengan tiket ke Surga atau melepaskannya begitu saja, hingga kita di cap sebagai orang yang merugi.

Masih ingatkah pembaca akan sabda RasuluLlah SAW : Ingatlah yang lima sebelum datangnya lima.
Ingat sehat, kaya, muda, waktu luang dan hidup, sebelum datangnya lima - sakit, miskin, tua, sibuk dan mati.
Nyatanya banyak dari kita (termasuk aku sendiri) tergerus lalai, hingga datanglah kata “keburu”. Keburu sakit, keburu tua, keburu sempit dan mungkin keburu mati sebelum melakukan banyak amal sholeh.

Yuk kita buat agenda, lalu kita buat catatan kecil apa yang harus kita lakukan hari itu sebagai perbaikan dari hari sebelumnya, lalu kita tempelkan di tempat yang sering kita lihat. Kalau aku suka menempelkan di cermin yang ada di kamarku atau di kulkas.
Bisa karena biasa. Rutin karena awalnya dipaksakan. Memaksa untuk hal baik itu wajib hukumnya.
Contoh doa yang kutempel di cermin

Contoh "Peringatan" yg kutempel di kulkas










Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bishshawab

2 komentar:

  1. beruntung ya mbak, jadi guru gitu, klo pas muridnya nanya seperti tadi itu, jadi semacam diingatkan juga ya heehehe ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. AlhamduliLlah, kan jadi guru gak harus di sekolah kan, semua bisa jadi guru :)

      Hapus

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa