Seperti telah diketahui seluruh dunia bahwa saya adalah seorang guru privat, saya yang mendatangi kediaman murid. Sebenarnya saya pernah mengajar di kelas dengan sekian puluh murid, namun saya merasa kurang pas dengan cara mengajar demikian, karena itu saya lebih memilih mengajar privat saja.
Mengajar privat di rumah murid itu bagi saya bukan hanya lebih fokus dengan si murid, namun saya juga bisa akrab dengan penghuni rumah murid. Ini yang tidak saya dapatkan saat mengajar di kelas.
Saat mengajar biasanya orangtua murid menyuguhi saya dengan camilan (ini juga salah satu sebab saya memilih mengajar privat ). Jadi bisa dibayangkan jika saya mengajar privat sehari 4 rumah, maka akan ada 4 jenis camilan yang masuk ke perut saya, tak jarang orangtua murid menyuguhi makanan yang lumayan berat, misalnya mie goreng, lontong, bakso dll. Jadilah saya kini cenderung tumbuh ke samping alias melebar.
Beberapa hari yang lalu pisang di kebun masak, saya membawa 1 sisir pisang saat mengajar ke kediaman seorang murid. Ketika pulang, ibu murid memberi saya oleh-oleh 3 buah alpukat hasil tanaman sendiri. Saat saya harus mengajar ke rumah murid yang lain, saya berikan 2 buah alpukat tersebut pada murid, dan waktu pulang ibunya memberikan saya sekantong keripik singkong. Kemudian saya harus berpindah tempat, mengajar di rumah murid yang lain, maka kripik singkong itu menjadi camilan kami, kemudian sisanya saya tinggal, karena di rumah saya masih banyak makanan, lalu apa yang terjadi teman-teman?, saat pulang saya di bekali mpek-mpek hasil olahan sang bundanya murid.
Maka mendaratlah dengan mulus mpek-mpek itu di rumah, keesokan harinya saya mengantar sebagian mpek-mpek itu ke tetangga sebelah, eh sama tetangga sebelah piring saya diisi dengan cake wortel.
Haiyaaaaaaa….balada sesisir pisang yang berubah wujud menjadi beragam makanan.
Saya belajar dari perjalanan sesisir pisang ini, pelajaran tentang hebatnya berbagi. Saya membayangkan jika saya tak membagi pisang hasil kebun tersebut, mungkin saya tak akan merasakan alpukat, kripik singkong, mpek-mpek dan cake wortel. Jika saya harus membeli beragam makanan tersebut tentulah biayanya lebih dari harga sesisir pisang.
Meskipun niat saya memberi sesisir pisang tersebut murni hanya ingin berbagi tanpa mengharapkan imbalan ataupun ganti dari si penerima, namun memang begitulah dahsyatnya berbagi, tidak akan mengurangi apa yang kita punya, justru menambah apa yang kita punya.
Allah punya hitungan sendiri dalam hal berbagi. HitunganNYA berbeda dengan hitungan matematika.
Jadi apalagi yang menghalagi kita untuk berbagi?, jika tak punya harta yang harus dibagi, kita masih bisa berbagi tenaga, ilmu bahkan berbagi senyum.
Mari kita berbagi dengan apa yang diperbolehkanNYA untuk dibagi.
Wallahu a’lam bishshawab
Mengajar privat di rumah murid itu bagi saya bukan hanya lebih fokus dengan si murid, namun saya juga bisa akrab dengan penghuni rumah murid. Ini yang tidak saya dapatkan saat mengajar di kelas.
Saat mengajar biasanya orangtua murid menyuguhi saya dengan camilan (i
Beberapa hari yang lalu pisang di kebun masak, saya membawa 1 sisir pisang saat mengajar ke kediaman seorang murid. Ketika pulang, ibu murid memberi saya oleh-oleh 3 buah alpukat hasil tanaman sendiri. Saat saya harus mengajar ke rumah murid yang lain, saya berikan 2 buah alpukat tersebut pada murid, dan waktu pulang ibunya memberikan saya sekantong keripik singkong. Kemudian saya harus berpindah tempat, mengajar di rumah murid yang lain, maka kripik singkong itu menjadi camilan kami, kemudian sisanya saya tinggal, karena di rumah saya masih banyak makanan, lalu apa yang terjadi teman-teman?, saat pulang saya di bekali mpek-mpek hasil olahan sang bundanya murid.
Maka mendaratlah dengan mulus mpek-mpek itu di rumah, keesokan harinya saya mengantar sebagian mpek-mpek itu ke tetangga sebelah, eh sama tetangga sebelah piring saya diisi dengan cake wortel.
Haiyaaaaaaa….balada sesisir pisang yang berubah wujud menjadi beragam makanan.
Saya belajar dari perjalanan sesisir pisang ini, pelajaran tentang hebatnya berbagi. Saya membayangkan jika saya tak membagi pisang hasil kebun tersebut, mungkin saya tak akan merasakan alpukat, kripik singkong, mpek-mpek dan cake wortel. Jika saya harus membeli beragam makanan tersebut tentulah biayanya lebih dari harga sesisir pisang.
Meskipun niat saya memberi sesisir pisang tersebut murni hanya ingin berbagi tanpa mengharapkan imbalan ataupun ganti dari si penerima, namun memang begitulah dahsyatnya berbagi, tidak akan mengurangi apa yang kita punya, justru menambah apa yang kita punya.
Allah punya hitungan sendiri dalam hal berbagi. HitunganNYA berbeda dengan hitungan matematika.
Jadi apalagi yang menghalagi kita untuk berbagi?, jika tak punya harta yang harus dibagi, kita masih bisa berbagi tenaga, ilmu bahkan berbagi senyum.
Mari kita berbagi dengan apa yang diperbolehkanNYA untuk dibagi.
Wallahu a’lam bishshawab
Nice posting mbak! Berbagi itu asyik...berbagi itu indah. Salam kenal dari Jakarta.
BalasHapusterimakasih, salam kenal kembali dari Pekanbaru, smg silaturohim kita bermanfaat ya :)
Hapus