Ini Tidak Mudah Teman (Salah Posisi Itu Sakit)

Sejak saya mendengarkan teman yang curhat 2 hari lalu, kemudian saya jadikan postingan disini, Saya kemudian berpikir, apakah yang saya lakukan sekarang ini kelak dapat bermuara ke tempat yang  jelas? atau mengantarkan saya kepada keterpurukan?.
Sungguh saya tidak ingin seperti teman yang curhat tersebut. Dia sampai ingin membanting BB nya, agar tak lagi dapat terhubung dengan pujaannya. Saya juga tidak ingin kebingungan seperti dia, ketika sulit melepaskan pujaannya, sementara disisinya ada istri dan keluarganya, yang tentu saja tidak akan mudah menerima orang baru dengan posisi khusus itu.
Durasi curhat teman yang cukup lama (dimulai dari hari Jumat, beberapa jam, lalu disambung lagi hari Sabtu malam dan berakhir hari Minggu subuh) membuat saya turut berpikir, apakah nasehat yang saya katakan padanya telah saya laksanakan?. Ataukah nasehat saya hanya sekedar susunan kata membentuk kalimat tanpa ruh?.

Setelah selesai sholat subuh, saya merenung sebenarnya apa sih yang saya dapatkan dari semua ini?.
Kenyamanan? nyaman yang seperti apa?. Sepertinya teman-teman yang lain juga bisa memberi kenyamanan seperti yang dia lakukan. Lalu saya berpikir lagi, mengapa dia menjadi spesial dari teman yang lainnya?. And BINGO! saya menemukan jawabannya. Ternyata yang membuatnya spesial adalah saya sendiri, saya yang meletakkannya tidak pada posisinya. Bukan pada posisi yang tepat. Pelan namun pasti saya menempatkannya pada satu ruang di hati saya, dimana ruang itu saya persiapkan bukan untuknya.
Semua salah saya sendiri, dia tidak bersalah.

Nah ketika nurani berdenting, dan kita masih mau mendengarkannya, maka selalu ada perasaan bersalah saat kita melakukan hal yang akan menyeret kita ke arah yang salah.
Dengan keyakinan sepenuh hati (sebenarnya ini penyangkalan atau mencari pembenaran), saya katakan, saya akan baik-baik saja menjalani hubungan ini. Keyakinan yang terlahir dari ketidakrelaan untuk melepaskan segala sensasi unik yang terjadi selama berinteraksi.
Nurani kembali berdenting, "Benarkah semua akan baik-baik saja?". "Sudah tepatkah kau meletakkan dia pada posisi yang sekarang?".
Pertanyaan itu membuat keyakinan saya luntur. Saya harus dapat mendengarkan nurani saya berbicara.
Maka berlangsunglah percakapan dengan si nurani .
Pertanyaan pertama adalah, seberapa penting dia ada dalam hidupmu?. Jawabannya sama pentingnya saya menjalin pertemanan dengan orang lain.
Pertanyaan kedua, jika dia sama pentingnya dengan para teman-temanmu, mengapa kamu menganggap dia spesial?, bukankan banyak temanmu yang juga layak kau anggap spesial?, mengapa harus dia?.
Wah pertanyaan menohok, jawabnyapun sulit. Saya berpikir dan harus jujur mengatakan pada diri sendiri. Hmmm ternyata saya menjadikannya spesial karena dia bisa saya paksa untuk mengatakan apa yang saya inginkan dan dia bersedia.
Ennnnaaahhh inilah sumber dari segala sumber yang membuat saya gelisah. Saya merasa dia mampu memberikan apa yang saya inginkan (ingin ya, bukan butuh). Apakah jika saya tidak mendapatkan keinginan itu saya akan lemah?, TIDAK. Lha terus kenapa masih juga saya lakukan?. Sampai disini saya berhenti berbicara dengan "Mbak nurani". saya sudah mendapatkan jawabnya,
Saya yang menyetting, mengcreate masalah bagi saya sendiri.

Tentu menyenangkan mendapat apa yang kita inginkan, tetapi mengabaikan suara nurani juga bukan hal yang mudah.
Saya dan dia tidak pernah melakukan hal-hal diluar batas kewajaran, kami tidak pernah bersentuhan kecuali bersalaman.
Dan saya memilih mendengarkan nurani saya daripada memuaskan dahaga akan keinginan-keinginan untuk merasa senang, namun tak jelas muaranya.
Saya tidak berkomitmen dengannya, saya dan dia juga tidak terikat janji apapun. Namun mengapa saya merasa dia harus memperhatikan saya lebih dari dia memperhatikan temannya yang lain. Siapa dia bagi saya?. Tidak ada keharusan baginya untuk memberi perhatian lebih pada saya.
Saya telah salah memposisikannya, bagai posisi tidur yang salah. Saat terbangun badan menjadi pegal.
Dan sekarang saya merasakan pegalnya. Saya masih sulit mengekang diri untuk tidak menghubunginya hanya sekedar mengatakan apa yang saya rasakan saat ini. Satu hal yang gak penting banget untuk dikatakan. Hanya mencari alasan agar bisa terus terhubung dengannya.

Seperti kata teman yang curhat, dia ingin menjadi laki-laki yang terhormat. Sayapun demikian. Saya ingin terus bisa mendengarkan nyanyian nurani, bening dentingnya.
Semoga.

Wallahualam
*Terimakasih untuk "dia", yang sudah membuat semburat warna indah dalam hidup saya.
Terimakasih untuk semua nesehatnya.
Kita teman, sampai Allah Berkehendak lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa