Cermin(an)

Cermin. Sebuah benda yang saya yakin andapun pasti tahu bentuk dan rupanya. Haqul yakin bahwa semua yang membaca tulisan saya ini telah pernah menggunakannya, entah untuk urusan mematut diri ataupun untuk mencoba berbagai ekspresi.
Kita begitu tergantung dengan cermin, walau seorang ahli tata rias telah mendandani kita dan semua mengatakan cantik, tetap saja kita menginginkan cermin agar kita bisa melihat sendiri secantik apakah kita setelah didandani.
Untuk urusan konfirmasi tampilan diri kita memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada cermin.
Kita tidak pernah malu dan tersinggung pada cermin. Cermin memberitahu dan mengoreksi kita tanpa menimbulkan haru biru, kegaduhan atau kehebohan.

Mengapa kita percaya pada cermin?
Karena cermin  jujur dan apa adanya. Cermin hanya memantulkan diri kita tanpa merubah, menambahi ataupun mengurangi. Cermin tidak mempunyai kepentingan apa-apa dengan kita, sehingga kita mempercayainya melebihi kita mempercayai orang lain.

Jika kita membutuhkan kejujuran untuk urusan yang berkaitan dengan fisik dengan memilih cermin sebagai tolok ukurnya, bagaimana dengan tolok ukur konfirmasi sikap, perilaku dan kepribadian?
kepada siapa kita bercermin?
Rasulullah berkata, Orang beriman adalah cermin bagi saudaranya. Ternyata kita mempunyai "cermin" bagi diri kita..ya orang beriman, siapakah orang beriman itu?..wah sulit menjelaskannya. Namun yang pasti kita bisa melihat orang beriman dari implementasi ibadahnya. Kita tak perlu menanyakan apa niatannya, karena niat itu tak terlihat, bisa-bisa kita malah terjebak dalam buruk sangka. Dengan melihat implementasi ibadah yang tertangkap oleh kita, maka dia patut kita jadikan cermin.

Kini bisakah kita menjadi cermin bagi saudara kita untuk membenahi dirinya, merapikan akhlaknya tanpa merasa digurui, dihujat, tanpa menimbulkan huru hara dan kehebohan?
Tentu saja sebelum kita menjadi cermin bagi orang lain, maukah kita membenahi diri dengan diawali membenahi ibadah kita?. Atau jangan-jangan kita memang tidak butuh konfirmasi kepribadian kita? Jangan-jangan kita hanya butuh cermin yang hanya memantulkan kecantikan dan keserasian kita saja?
Jangan-jangan kita hanya orang yang pandai mengkritik tanpa pernah mau dikritik.
Naudzubillah...

Wallahu'alam

3 komentar:

  1. Kalau jelek ya dibilang jelek dan begitu sebaliknya, begitulah cermin jujur terhadap kita ya mbak,heheee..kunjungan perdana

    BalasHapus
  2. Rata-rata lebih suka mengkritik dari pada dikritik, makanya para pengkritik tanpa dasar sama dengan mengkritik yang tak punya cermin... padahal dikritik itu justru membangkitkan semangat untuk lebih baik... harus "dendam" jika dikritik karena rasa "dendam" ini mampu membangkitkan motivasi untuk terus berkarya lebih baik...

    BalasHapus
  3. Kalo bercermin di spion saya jadi gendut.. hihi... :D

    Manatap tulisan nya..
    keep posting.

    BalasHapus

Copyright @ Elsenovi Menulis | Fluzu theme designed by Pirawa